Konsep Stress dan Adaptasi


1. Konsep Dasar Stress
     Stress diawali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi semakin tinggi pula tingkat stress yang dialami individu, dan akan merasa terancam.
Berbagai pendekatan mengenai stress yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang stress.


  • Pengertian Stress

          Stress merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin "stingere" yang berarti "keras" (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan yang berlanjut dari waktu ke waktu, dari straise, strest, stresce dan stress.

    Abad ke-17 istilah stress diartikan sebagai kesukaran, kesusahan, kesulitan atau penderitaan.

    Pada abad ke-18 istilah ini digunakan dengan lebih mnunjukkan kekuatan, tekanan, ketegangan atau usaha yang keras berpusat pada benda dan manusia, "terutama kekuatan mental manusia".

    • Menurut Selye (1982), "Stress is the nonspecific result of any demand upon the body be the mental or somatic", tubuh akan memberikan reaksi tertentu terhadap berbagai tantangan yang dijumpai dalam hidup kita berdasarkan adanya perubahan biologi dan kimia dalam tubuh.
    • Menurut Hardjana (1994), Stress sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi seseorang yang mengalami stress dan hal yang dianggap mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang ada padanya.
  • Model Stress
    • Berdasarkan Stimulus
            Model Stimulus berdasarkan pada analogi sederhana dengan hukum elastisitas.
      Pendekatan model stimulus ini menganggap stress sebagai ciri-ciri dari stimulus lingkungan yang dalam beberapa hal dianggap mengganggu atau merusak, model yang digunakan pada dasarnya adalah stressor eksternal akan menimbulkan reaksi stress  atau strain dalam diri individu.Pendekatan ini menempatkan stress sebagai sesuatu yang dipelajari dan menekankan pada stimulus apa yang merupakan diagnosa stress. Hal ini memandang stress tanpa suatu tuntutan yang beralasan, pasti mendatangkan stress tanpa memandang bagaimana sumber daya individu.
           Kelemahan dari model stimulus ini adalah kegagalannya dalam memperhitungkan cara orang menyatakan realita dari stimulus lingkungan terhadap respon.
    • Berdasarkan Respon
          Model ini mengidentifikasi stress sebagai respon individu terhadap stressor yang diterima. Selye (1982) menjelaskan stress sebagai respon non spesifik yang timbul terhadap tuntutan lingkungan, respon umum ini disebut sebagai General Adaptation Syndrome (GAS) dan dibagi dalam tiga fase, yaitu: Fase sinyal, fase perlawanan dan fase keletihan
    • Berdasarkan Transaksional
         Pendekatan ini mengacu pada interaksi yang timbul antara manusia dan lingkungannya. Antar variabel lingkungan dan individu terhadap proses penilaian kognitif  (cognitive appraisal) yang menjadi mediatornya. Studi yang berlandaskan pada pendekatan ini menyimpulkan bahwa kita tidak akan dapat memprediksikan penampilan seseorang hanya dengan mengenali stimulus, individu bervariasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yaitu dengan melakukan koping terhadap berbagai tuntutan.

 2. Psikofisiologi Stress

      Menurut Selye (1982), stress merupakan tanggapan non spesifik terhadap setiap tuntutan yang diberikan pada suatu organisme dan digambarkan sebgai GAS. Dibagi dalam tiga fase, yaitu fase sinyal (alarm), fase perlawanan (resistance), fase keletihan (exhaustion).
 
3 Fase Reaksi Stress (Selye, 1982). Dikutip dari: Psychology Health (Taylor,S.,1991).

    Fase Sinyal adalah mobilisasi awal dimana badan menemui tantangan yang diberikan oleh penyebab stress. Jika penyebab stress terus aktif, GAS beralih ke tahap perlawanan. Sedangkan fase keletihan terjadi bila fungsi fisik dan psikologis seseorang telah sangat lemah sebagai akibat kerusakan selama fase perlawanan.

  • Penyebab Stress dan Stressor Psikososial
    • Perkawinan
    • Problem Orang Tua
    • Hubungan Interpersonal (Antarpribadi)
    • Pekerjaan
    • Lingkungan Hidup
    • Keuangan
    • Hukum
    • Perkembangan
    • Penyakit Fisik atau Cidera
    • Faktor Keluarga: Hubungan orangtua yang dingin, kedua orangtua jarang di rumah, komunikasi antara orangtua tidak baik, cerai, salah satu orang tua menderita gangguan jiwa/kepribadian, mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras dan otoriter.
    • Lain-lain: Bencana alam, kebakaran, pemerkosaan, kehamilan diluar nikah, dsb.

  • Tahapan StressMenurut Robert J. Van Amberg (psikiater) sebagai berikut:
    • Stress Tingkat I
      Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan:
      • Semangat besar
      • Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya
      • Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya
    • Stress Tingkat II
      Keluhan yang sering dikemukakan:
      • Merasa letih sewaktu bangun pagi
      • Merasa lelah sesudah makan siang
      • Merasa lelah menjelang sore hari
      • Terkadang gangguan dlam sistem pencernaan (gangguan usus, perut kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar
      • Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher)
      • Perasaan tidak bisa santai
    • Stress Tingkat III
      Pada tahap ini keluhan keletihan semakin nampak diserta gejala-gejala:
      • Gangguan usus lebih trasa (sakit perut, mulas, sering ingin kebelakang)
      • Otot-otot terasa lebih tegang
      • Perasaan tegang yang semakin meningkat
      • Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam, dan sukar tidur kembali atau bangun terlalu pagi)
      • Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh pingsan)
    • Stress Tingkat IV
      Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk, ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
      • Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sulit
      • Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit
      • Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan sosial dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat
      • Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan seringkali terbangun dini hari
      • Perasaan negativistik
      • Kemampuan konsentrasi menurun tajam
      • Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa
    • Stress Tingkat V
      Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV, yaitu:
      • Keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaustion)
      • Untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana saja terasa kurang mampu
      • Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar buang air besar atau sebaliknya feses cair dan sering kebelakang
      • Perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik
    • Stress Tingkat VI
      Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini dibawa ke ICCU. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup mengerikan
      • Debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yg dikeluarkan, karena stress tersebut cukup tinggi dalam peredaran darah
      • Nafas sesak, megap-megap
      • Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran
      • Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan atau collaps.


Comments